Biodata Mohammad Natsir, Pahlawan Nasional

Biodata Mohammad Natsir, Pahlawan Nasional

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Mohammad Natsir seorang Pahlawan Nasional. Penasaran ingin tahu tentang biodata Mohammad Natsir, simak penjelasannya berikut ini.

 Mohammad Natsir

Mohammad Natsir adalah seorang ulama, politisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia.

Di dalam negeri, ia pernah menjabat menteri dan perdana menteri Indonesia, sedangkan di kancah internasional, ia pernah menjabat sebagai presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia.

Natsir lahir dan dibesarkan di Solok, kemudiana pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA dan kemudian mempelajari ilmu Islam secara luas di perguruan tinggi.

Ia terjun ke dunia politik pada pertengahan tahun 1930-an dengan bergabung di partai politik berideologi Islam. Pada tanggal 5 September 1950, ia diangkat sebagai perdana menteri Indonesia kelima.

Setelah mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena berselisih paham dengan Presiden Soekarno, ia semakin vokal menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia hingga membuatnya dipenjarakan oleh Soekarno.

Setelah dibebaskan pada tahun 1966, Natsir terus mengkritisi pemerintah yang saat itu telah dipimpin Soeharto hingga membuatnya dicekal

Kehidupan

Mohammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatra Barat pada tanggal 17 Juli 1908 dari pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah.

Natsir mulai mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun hingga kelas dua, kemudian pindah ke Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Adabiyah di Padang.

Setelah beberapa bulan, ia pindah lagi ke Solok dan dititipkan di rumah saudagar yang bernama Haji Musa. Selain belajar di HIS di Solok pada siang hari, ia juga belajar ilmu agama Islam di Madrasah Diniyah pada malam hari.

Baca Juga :  Biodata Dennis Hayes Penemu Modem Komputer

Tiga tahun kemudian, ia kembali pindah ke HIS di Padang bersama kakaknya. Pada tahun 1923, ia melanjutkan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) lalu ikut bergabung dengan perhimpunan-perhimpunan pemuda seperti Pandu Nationale Islamietische Pavinderij dan Jong Islamieten Bond.

Setelah lulus dari MULO, ia pindah ke Bandung untuk belajar di Algemeene Middelbare School (AMS) hingga tamat pada tahun 1930.

Pada tanggal 20 Oktober 1934, Natsir menikah dengan Nurnahar di Bandung. Dari pernikahan tersebut, Natsir dikaruniai enam anak.

Natsir juga diketahui menguasai berbagai bahasa, seperti Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Arab, dan Esperanto. Natsir juga memiliki kesamaan hobi dan memiliki kedekatan dengan Douwes Dekker, yakni bermain musik.

Natsir suka memainkan biola dan Dekker suka bermain gitar. Kedekatannya dengan Dekker, menyebabkan Dekker mau masuk Masyumi. Ide-ide Natsir dengan Dekker tentang perjuangan, demokrasi, dan keadilan dinilai sehaluan dengan Natsir.

Mohammad Natsir meninggal pada tanggal 6 Februari 1993 di Jakarta pada umur 84 tahun, dan dimakamkan sehari kemudian.

Karir

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Mohammad Natsir menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Sebelum menjadi Perdana Menteri, ia menjabat sebagai menteri penerangan.

Pada tanggal 3 April 1950, ia mengajukan Mosi Integral Natsir dalam sidang pleno parlemen. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Indonesia yang mendorong semua pihak untuk berjuang dengan tertib, merasa terbantu dengan adanya mosi ini.

Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sebelumnya berbentuk serikat, sehingga ia diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1950.

Namun ia mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena perselisihan paham dengan Soekarno, Soekarno yang menganut paham nasionalisme mengkritik Islam sebagai ideologi seraya memuji sekularisasi yang dilakukan Mustafa Kemal Ataturk di Kesultanan Utsmaniyah, sedangkan Natsir menyayangkan hancurnya Kesultanan Utsmaniyah dengan menunjukkan akibat-akibat negatif sekularisasi.

Natsir juga mengkritik Soekarno bahwa dia kurang memperhatikan kesejahteraan di luar Pulau Jawa. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di Malang dari tahun 1962 sampai 1964, dan dibebaskan pada masa Orde Baru pada tanggal 26 Juli 1966.

Baca Juga :  Manfaat Anggur, Si Mungil Kaya Nutrisi

Setelah dibebaskan dari penjara, Natsir kembali terlibat dalam organisasi-organisasi Islam, seperti Majelis Ta’sisi Rabitah Alam Islami dan Majelis Ala al-Alami lil Masjid yang berpusat di Mekkah, Pusat Studi Islam Oxford (Oxford Centre for Islamic Studies) di Inggris, dan Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) di Karachi, Pakistan.

Di era Orde Baru, ia membentuk Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ia juga mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti ketika ia menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980, yang menyebabkan ia dilarang pergi ke luar negeri.

Pada masa-masa awal Orde Baru ini, ia berjasa mengirim nota kepada Tunku Abdul Rahman dalam rangka mencairkan hubungan dengan Malaysia.

Selain itu pula, dialah yang mengontak pemerintah Kuwait agar menanam modal di Indonesia dan meyakinkan pemerintah Jepang tentang kesungguhan Orde Baru membangun ekonomi.

Soeharto menganggap orang yang mengkritik dirinya sebagai penentang Pancasila. Ia ikut menandatangani Petisi tersebut bersama dengan Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, Sanusi Hardjadinata, SK Trimurti, dan lain-lain.

Akibat dilarangnya ia pergi ke luar negeri, banyak seminar yang tidak bisa diikutinya. Natsir menolak kecurigaan Soeharto terhadap partai-partai, terutama partai Islam dan mengkritik Opsus (Operasi Khusus) yang berada di bawah pimpinan langsung Soeharto.

Padahal, badan intel inilah yang meminta Natsir dalam memulai hubungan dengan Malaysia dan Timur Tengah setelah naiknya Soeharto.

Penulis

Selama menjalani pendidikannya di AMS, Natsir telah terlibat dalam dunia jurnalistik. Pada tahun 1929, dua artikel yang ditulisnya dimuat dalam majalah Algemeen Indische Dagblad, yaitu berjudul Qur’an en Evangelie (Al-Quran dan Injil) dan Muhammad als Profeet (Muhammad sebagai Nabi).

Kemudian, ia bersama tokoh Islam lainnya mendirikan surat kabar Pembela Islam yang terbit dari tahun 1929 sampai 1935. Ia juga banyak menulis tentang pandangannya terhadap agama di berbagai majalah Islam seperti Pandji Islam, Pedoman Masyarakat, dan Al-Manar. Menurutnya, Islam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari budaya Indonesia.

Baca Juga :  Biodata Ratno Nuryadi Penemu Mikroskop Nano Pertama di Indonesia

Natsir telah menulis sekitar 45 buku atau monograf dan ratusan artikel yang memuat pandangannya tentang Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam sejak karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929.

Karya terwalnya umumnya berbahasa Belanda dan Indonesia, yang banyak membahas tentang pemikiran Islam, budaya, hubungan antara Islam dan politik, dan peran perempuan dalam Islam.

Karya-karya selanjutnya banyak yang ditulis dalam bahasa Inggris, dan lebih terfokus pada politik, pemberitaan tentang Islam, dan hubungan antara umat Kristiani dengan Muslim.

Ajip Rosidi dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah menyebutkan bahwa tulisan-tulisan Natsir telah menjadi catatan sejarah yang dapat menjadi panduan bagi umat Islam. Selain menulis, Natsir juga mendirikan sekolah Pendidikan Islam pada tahun 1930; sekolah tersebut ditutup setelah pendudukan Jepang di Indonesia.

Sekalipun Natsir memiliki latar belakang pendidikan Belanda, Natsir tidak tergerak sama sekali untuk melakukan westernisasi atau sekularisasi dalam dunia pendidikan Islam. Ia juga peduli akan pengaruh pendidikan Barat terhadap generasi muda.

Penghormatan

Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi melalui Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi. Ia juga memperoleh gelar doktor kehormatan di bidang politik Islam dari Universitas Islam Libanon pada tahun 1967.

Pada tahun 1991, ia memperoleh dua gelar kehormatan, yaitu dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia.

Pemerintah Indonesia baru menghormatinya setelah 15 tahun kematiannya, pada tanggal 10 November 2008 Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Soeharto enggan memberikan gelar pahlawan kepada salah satu “bapak bangsa” ini. Pada masa B.J. Habibie, dia diberi penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana.

Penutup 

Itulah biodata Mohammad Natsir seorang Pahlawan Nasional. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : wikipedia.org