Ramadhan K.H

Biodata Ramadhan K.H, Penulis Biografi Indonesia

Biodata Ramadhan K.H, Penulis Biografi Indonesia

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Ramadhan K.H seorang Penulis Biografi Indonesia. Penasaran ingin tahu tentang biodata Ramadhan K.H , simak penjelasannya berikut ini.

Ramadhan K.H

Ramadhan K.H. atau yang memiliki nama lengkap Ramadan Karta Hadimadja adalah seorang penulis biografi asal Indonesia.

Beliau lahir di Bandung, pada tanggal  16 Maret 1927 dan meninggal dunia di Cape Town, Afrika Selatan pada tanggal 16 Maret 2006 setelah menderita kanker prostat selama ±3 bulan.

Kang Atun, panggilan akrab Ramadhan merupakan anak ketujuh dari sepuluh bersaudara. Ayahnya bernama Raden Edjeh Kartahadimadja adalah seorang Patih Kabupaten Bandung pada masa kekuasaan Hindia Belanda.

Ibunya bernama Saidah. Aoh K. Hadimadja (1911 – 1972) . Ramdhan K.H. juga memiliki kerabat K. Hadimadja yang juga merupakan seorang sastrawan. Hadimadja adalah kakak kandung seayah Ramadhan yang lahir dari rahim istri pertama sang ayah yaitu Raden Djuwariah binti Martalogaw

Pasalnya, saat usia Ramadan masih belum genap tiga bulan, ayahnya terpikat perempuan lain dan menceraikan Saidah yang langsung dikembalikan ke kampung. Pengalaman tersebut membuat ia dekat dengan sosok ibu dan menghayati derita kaum perempuan.

Ramadhan pernah bekerja selama 13 tahun sebagai wartawan Antara. Kemudian dia minta berhenti karena tidak tahan melihat merajalelanya korupsi saat itu.

Dia tercatat sebagai mahasiswa ITB dan Akademi Dinas Luar Negeri (sekarang Sekdilu) di Jakarta, kedua-duanya tidak sampai selesai.

Ramadhan juga pernah bertugas sebagai Redaktur Majalah Kisah, Redaktur Mingguan Siasat dan Redaktur Mingguan Siasat Baru.

Semasa hidupnya Ramadan terkenal sebagai penulis yang kreatif dan produktif.  Beliau banyak menulis puisi, cerpen, novel, biografi, dan menerjemahkan serta menyunting.

Baca Juga :  Biodata Francesco Redi, Penentang Teori Abiogenesis

Kumpulan puisinya yang diterbitkan dengan judul “Priangan Si Djelita” (1956), ditulis saat Ramadan kembali ke Indonesia dari perjalanan di Eropa pada tahun 1954.

Ketika itu, Ramadhan menyaksikan tanah kelahirannya, Jawa Barat, sedang bergejolak akibat berbagai peristiwa separatis. Kekacauan sosial politik itu mengilhaminya menulis puisi-puisi tersebut.

Sastrawan Sapardi Djoko Damono, menilai buku tersebut sebagai puncak prestasi Ramadan di dunia sastra Indonesia.

Menurut Sapardi, buku itu adalah salah satu buku kumpulan puisi terbaik yang pernah diterbitkan di Indonesia. “Dia adalah segelintir, kalau tidak satu-satunya, sastrawan yang membuat puisi dalam format tembang kinanti,” papar Sapardi.

Pada tahun-tahun terakhir hidupnya Ramadan tinggal di Capetown mengikuti istrinya, Salfrida Nasution, yang bertugas sebagai Konsul Jenderal Republik Indonesia di kota itu.

Sebelumnya Ramadhan pernah tinggal di Los Angeles, Paris, Jenewa, dan Bonn, menyertai istrinya yang terdahulu, Pruistin Atmadjasaputra, yang juga seorang diplomat, yang dikenal dengan panggilan “Tines”.

Tines, yang dinikahinya pada tahun 1958, mendahuluinya pada tanggal 10 April 1990 di Bonn, Jerman. Kemudian setelah ditinggal istrinya, pada tahun 1993 Ramadan menikah kembali dengan Salfrida, seorang sahabat istrinya yang pernah menyumbangkan darahnya ketika Tines sakit.

Pada tahun 1965 Ramadan sempat ditahan selama 16 hari di Kamp Kebon Waru, Bandung, bersama-sama dengan Dajat Hardjakusumah, ayah kelompok pemusik Bimbo yang pada saat itu menjabat pimpinan Kantor Antara Cabang Bandung.

Keduanya ditahan karena dilaporkan bertemu A. Karim DP dan Satyagraha, Ketua dan Sekretaris Jenderal PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Pusat yang masa itu dianggap berideologi kiri dan mendukung G-30-S.

Oleh sebab itu, mereka juga dianggap pendukung G-30-S. Belakangan Ramadhan baru tahu bahwa mereka difitnah kelompok lain dapat menguasai kantor Antara cabang Bandung.

Baca Juga :  Biodata Moestopo, Pahlawan nasional

Sesudah enam belas hari dalam tahanan, keduanya dibebaskan dan pimpinan pusat Antara memindahkannya ke Jakarta. Ramadan langsung pindah ke Jakarta.

Pada tahun 1982, ketika tinggal di Jenewa, Ramadan dihubungi oleh Kepala Mass Media Sekretariat Negara di Jakarta, Gufran Dwipayana yang mengajaknya untuk menulis biografi Soeharto yang masih menjabat sebagai presiden R.I. saat itu.

Ramadan mula-mula menolak, karena sebagai orang Jawa Barat merasa tak menguasai budaya Jawa, daerah asal Soeharto. Akantetapi Soeharto sudah menjatuhkan pilihan pada Ramadhan.

Nama Ramadan dipilih lantaran bukunya, Kuantar ke Gerbang, biografi kisah cinta Inggit Garnasih dengan Presiden Soekarno sangat berkesan bagi Dwipayana, orang dekat Soeharto, yang dipercayai menentukan calon penulis biografi Soeharto.

Selama penulisan biografi Soeharto hanya dua kali Kartahadimadja bertemu dengan orang terkuat pada masa Orde Baru.

Pertanyaan di luar pertemuan itu diajukan Kartahadimadja dengan cara merekamnya. Kemudian rekaman itu dititipkannya lewat Dwipayana, yang setiap Jumat bertemu Soeharto. Berdasarkan rekaman jawaban itulah Ramadan lebih banyak bekerja.

Penulisan biografi Soeharto membuat Ramadan merasa tertekan, tidak sama saat dia menulis buku biografi tokoh lain. Beliau merasa berat melakukannya karena takut salah tulis atau malah ditangkap.

Ramadhan biasanya mengajak seorang atau lebih penulis lain untuk menulis biografi. Selain meringankan tugas, sekiranya dia berhalangan, sakit, atau meninggal dunia, penulisan buku itu tidak terhenti.

Tidak selamanya perjalanannya berjalan dengan mulus. Rencana menulis biografi Ibnu Soetowo, mantan Direktur Utama Pertamina, dan Wiweko, tokoh penerbangan nasional, gagal lantaran perselisihan antara narasumber dengan rekan Kartahadimadja yang membantunya menulis.Penulisan biografi Yulia Sukamdani juga batal karena permintaan suaminya.

Setelah Tines berpulang, Ramadan kembali ke Indonesia bersama kedua anaknya. Beliau ingin menagih honor kepada Soeharto, tetapi Dwipayana sudah meninggal dunia.

Baca Juga :  Ceramah Singkat Segudang Karunia di Bulan Mulia

Sekretaris Militer Presiden Syaukat Banjaransari menyarankannya agar menulis surat langsung kepada Presiden. Beberapa hari kemudian datang telepon dari Kolonel Wiranto, ajudan Presiden Soeharto.

Ramadhan diminta datang ke Jl. Cendana. Bersama Gumilang . Beliau datang, masuk ke halaman, langsung diberi mobil Honda Accord warna merah.

Mobil baru dengan jok terbungkus plastik. Akan tetapi Soeharto tidak menemuinya. Mereka hanya bertemu di depan garasi dan terbatas dengan Wiranto.

Wafat

Pada masa-masa terakhir hidupnya, Ramadan kembali menekuni salah satu hobinya, melukis. Salah satu tema lukisan kesayangannya adalah rangkaian pegunungan di belakang rumahnya di Cape Town, Afrika Selatan.

Beliau meninggal dunia tepat pada peringatan hari kelahirannya yang ke-79 tahun. Ramdhan meninggalkan istri pertamanya, istri kedua Salfrida Nasution, dua orang putra dari Tines, Gilang Ramadhan dan Gumilang, serta lima orang cucu.

 

Penghargaan

Ramadan pernah mendapatkan sejumlah penghargaan, antara lain

  • “Hadiah Sastra ASEAN” (Southeast Asia Write Award) pada 1993.
  • Pada tahun 2001 ia diangkat menjadi anggota kehormatan Perhimpunan Sejarahwan Indonesia.
  • Ramadan juga merupakan salah seorang anggota Akademi Jakarta.

 

Karya-karya Ramadhan K.H. lainnya

Karya-karya Ramadhan K.H. lainnya yaitu sebagai berikut :

  • Syair Himne Asian Games Jakarta (1963)
  • Novel Rojan revolusi (1971)
  • Novel Kemelut hidup (1977)
  • Novel Keluarga Permana (1978)
  • Novel Ladang Perminus (1990)
  • Biografi Kuantar ke Gerbang: kisah cinta kisah cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno (1981)
  • Biografi Gelombang hidupku: Dewi Dja dari Dardanella (1982)
  • Biografi Soemitro, mantan Pangkopkamtib: dari Pangdam Mulawarman sampai Pangkopkamtib (1994).
  • Dan lain sebagainya.

Penutup

 

Itulah biodata Ramadhan K.H seorang Penulis Biografi Indonesia. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : id.wikipedia.org