Table of Contents
Permendikdasmen 2025: Ketentuan Pengecualian 24 Jam Tatap Muka bagi Guru di Pasal 20. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Permendikdasmen) Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru. Dalam regulasi tersebut, Pasal 20 menjadi salah satu pasal penting yang memberikan ketentuan pengecualian terhadap kewajiban minimal 24 jam tatap muka per minggu yang berlaku bagi guru.
Aturan ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas dalam pelaksanaan beban kerja guru, mengingat kondisi di lapangan yang sangat beragam, baik dari segi jumlah siswa, struktur kurikulum, maupun jenis layanan pendidikan yang diberikan.
Latar Belakang Regulasi
Sebelumnya, beban kerja guru diatur secara ketat dengan standar minimal 24 jam tatap muka per minggu bagi guru mata pelajaran, serta minimal membimbing 5 rombongan belajar per tahun bagi guru bimbingan dan konseling. Namun, implementasi aturan tersebut seringkali menemui kendala, terutama di sekolah-sekolah dengan jumlah siswa atau rombongan belajar yang terbatas.
Pasal 20 hadir sebagai solusi untuk mengakomodasi berbagai situasi tersebut, sehingga guru tetap dapat menjalankan perannya secara profesional tanpa terbebani aturan yang kaku dan kurang relevan dengan kondisi riil.
Poin Utama Pasal 20
Pasal 20 Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025 memuat dua ayat utama yang memberikan ketentuan pengecualian bagi guru.
- Pengecualian 24 Jam Tatap Muka per Minggu
Pemenuhan minimal 24 jam tatap muka per minggu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dikecualikan bagi:
a. Guru yang tidak dapat memenuhi ketentuan 24 jam tatap muka per minggu berdasarkan struktur kurikulum.
- Contohnya, guru mata pelajaran tertentu yang jumlah jam pelajarannya terbatas dalam kurikulum.
b. Guru yang secara pembagian beban kerja tidak dapat memenuhi ketentuan tersebut, namun jumlah guru sudah sesuai perhitungan kebutuhan.
- Hal ini sering terjadi di sekolah dengan jumlah guru lengkap sesuai formasi, sehingga tidak semua guru mendapatkan jadwal mengajar penuh.
c. Guru pendidikan khusus.
- Guru yang mengajar di sekolah luar biasa (SLB) atau melayani siswa berkebutuhan khusus.
d. Guru pada pendidikan layanan khusus.
- Guru yang bertugas di wilayah terpencil, perbatasan, atau daerah dengan akses terbatas.
e. Guru pada sekolah Indonesia luar negeri.
- Guru yang bertugas di Sekolah Indonesia yang berada di negara lain dengan jumlah siswa yang umumnya lebih sedikit.
- Pengecualian untuk Guru Bimbingan dan Konseling
Pemenuhan minimal membimbing 5 rombongan belajar per tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) dapat dikecualikan apabila jumlah rombongan belajar di satuan pendidikan kurang dari 5 rombongan belajar.
- Misalnya, di sekolah kecil yang hanya memiliki 3 kelas, guru BK tetap dapat memenuhi beban kerja tanpa harus mencari tambahan rombongan belajar dari sekolah lain.
Tujuan Pengecualian
Kebijakan pengecualian ini bertujuan untuk:
- Menyesuaikan aturan dengan kondisi lapangan.
Tidak semua satuan pendidikan memiliki jumlah siswa, rombongan belajar, atau jam pelajaran yang memadai untuk memenuhi standar 24 jam tatap muka. - Memberikan keadilan bagi guru di wilayah khusus.
Guru yang mengajar di daerah terpencil atau sekolah kecil sering kali menghadapi keterbatasan jumlah siswa. - Mendukung mutu pendidikan di semua daerah.
Dengan adanya kelonggaran ini, guru tetap bisa fokus mengajar dan membimbing tanpa dibebani target yang tidak realistis. - Meningkatkan profesionalisme guru.
Guru tetap dapat menyiapkan pembelajaran yang berkualitas, meski jumlah jam tatap muka lebih sedikit.
Dampak Kebijakan bagi Guru
Bagi banyak guru, aturan ini merupakan kabar baik karena memberikan ruang gerak yang lebih fleksibel. Terutama bagi mereka yang selama ini harus mencari tambahan jam di sekolah lain demi memenuhi persyaratan 24 jam tatap muka.
Guru di sekolah kecil atau wilayah terpencil tidak lagi terbebani untuk memenuhi jam yang secara struktur memang tidak tersedia. Dengan demikian, guru dapat lebih fokus pada kualitas pengajaran dan pembimbingan siswa.
Tantangan Implementasi
Meski aturan ini memberikan fleksibilitas, ada beberapa tantangan yang perlu diperhatikan:
- Pengawasan dan verifikasi data.
Perlu mekanisme yang jelas untuk memastikan guru yang mendapat pengecualian memang memenuhi kriteria. - Pencegahan penyalahgunaan aturan.
Jangan sampai pengecualian ini digunakan sebagai alasan untuk mengurangi jam kerja secara tidak sah. - Pengaruh terhadap tunjangan profesi.
Perlu kejelasan bagaimana pengecualian ini memengaruhi perhitungan tunjangan profesi guru.
Pandangan Organisasi Guru
Sejumlah organisasi guru menyambut positif ketentuan pengecualian ini. Mereka menilai bahwa regulasi sebelumnya terlalu memaksa dan sering kali tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
Ketua Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) misalnya, menyebut bahwa kebijakan ini adalah langkah maju dalam upaya memanusiakan guru, khususnya di daerah terpencil dan sekolah dengan jumlah siswa sedikit.
Studi Kasus
Beberapa contoh nyata penerapan aturan ini antara lain:
- Guru Bahasa Jepang di SMA Negeri yang hanya memiliki 4 jam pelajaran per minggu per kelas, sehingga meskipun mengajar di semua kelas, total jam tidak mencapai 24 jam.
- Guru BK di SMK kecil yang hanya memiliki 3 rombongan belajar, sehingga tidak mungkin memenuhi target 5 rombongan belajar per tahun.
- Guru SLB yang mengajar di sekolah dengan jumlah siswa sangat sedikit, tetapi membutuhkan pendekatan pembelajaran individual yang intensif.
Peran Kepala Sekolah
Kepala sekolah memiliki tanggung jawab besar untuk:
- Memastikan data guru yang mendapat pengecualian valid.
- Menyusun pembagian tugas mengajar yang proporsional.
- Mendukung guru agar tetap produktif meski jam tatap muka lebih sedikit.
Kesimpulan
Pasal 20 Permendikdasmen Nomor 11 Tahun 2025 adalah bentuk adaptasi regulasi terhadap realitas pendidikan di Indonesia. Aturan ini memberi ruang fleksibilitas tanpa mengorbankan kualitas pendidikan, serta memastikan guru di semua kondisi tetap dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Dengan implementasi yang tepat dan pengawasan yang ketat, kebijakan pengecualian ini dapat menjadi solusi yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak, terutama bagi guru yang selama ini kesulitan memenuhi beban kerja minimal akibat keterbatasan struktural di sekolahnya.