Table of Contents
Biodata KH. Mas Mansoer
Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata KH. Mas Mansoer. Penasaran ingin tahu tentang biodata KH. Mas Mansoer, simak penjelasannya berikut ini.
Kiai Haji Mas Mansoer adalah seorang tokoh Islam dan pahlawan nasional Indonesia, beliau lahir di Surabaya, pada tanggal 25 Juni 1896. Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya.
Ayahnya bernama KH. Mas Achmad Marzoeqi, seorang pionir Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan bangsawan Astatinggi Sumenep, Madura. Mansoer dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Ampel, suatu jabatan terhormat pada saat itu.
Kiai Haji Mas Mansoer menikah dengan puteri Haji Arif yaitu Siti Zakijah yang tinggalnya tidak jauh dari rumahnya. Dari hasil pernikahannya itu, mereka dikaruniai enam orang anak, yaitu Nafiah, Ainoerrafiq, Aminah, Mohammad Noeh, Ibrahim dan Loek-loek.
Di samping menikah dengan Siti Zakijah, dia juga menikah dengan Halimah. Dia menjalani hidup dengan istri kedua ini tidak berlangsung lama, hanya dua tahun, karena pada tahun 1939 Halimah meninggal dunia.
Pendidikan
Di samping belajar agama pada ayahnya sendiri dia juga belajar di Pesantren Sidoresmo dengan Kiai Muhammad Thaha sebagai gurunya. Pada tahun 1906, ketika Mas Mansur berusia sepuluh tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura.
Di sana, dia mengkaji Al-Qur’an dan mendalami kitab Alfiyah ibn Malik kepada Kiai Khalil. Belum lama dia belajar di sana kurang lebih dua tahun, Kiai Khalil meninggal dunia, sehingga Mas Mansur meninggalkan pesantren itu dan pulang ke Surabaya.
Belajar di Mekkah dan Mesir
Sepulang dari Pondok Pesantren Demangan pada tahun 1908, oleh orang tuanya disarankan untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah pada Kiai Mahfudz yang berasal dari Pondok Pesantren Termas Pacitan Jawa Timur.
Setelah kurang lebih empat tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi memaksanya pindah ke Mesir. Penguasa Arab Saudi, Syarif Hussen, mengeluarkan instruksi bahwa orang asing harus meninggalkan Makkah supaya tidak terlibat sengketa.
Pada awalnya ayah Mas Mansoer tidak mengizinkannya ke Mesir, karena citra Mesir (Kairo) saat itu kurang baik di mata ayahnya, yaitu sebagai tempat bersenang-senang dan maksiat. Meskipun demikian, Mas Mansoer tetap melaksanakan keinginannya tanpa izin orang tuanya.
Di Mesir, Mas Mansoer belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan.
Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansoer juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya.
Mas Mansoer berada di Mesir selama kurang lebih dua tahun. Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah dulu di Makkah selama satu tahun, dan pada tahun 1915 dia pulang ke Indonesia.
Bergabung dengan Sarekat Islam (SI)
Bergabung dalam Sarekat Islam adalah langkah awal Mas Mansoer sepulang dari belajar di luar negeri. Peristiwa yang dia saksikan dan alami baik di Makkah, yaitu terjadinya pergolakan politik, maupun di Mesir, yaitu munculnya gerakan nasionalisme dan pembaharuan merupakan modal baginya untuk mengembangkan sayapnya dalam suatu organisasi.
Pada saat itu, SI dipimpin oleh Oemar Said Tjokroaminoto, dan terkenal sebagai organisasi yang radikal dan revolusioner. Mas Mansoer dipercaya sebagai Penasehat Pengurus Besar SI.
Kegiatan di Muhammadiyah
Mas Mansoer juga aktif dalam organisasi, meskipun aktivitasnya dalam organisasi menyita waktunya dalam dunia jurnalistik. Pada tahun 1921, Mas Mansoer masuk organisasi Muhammadiyah.
Aktivitas Mas Mansoer dalam Muhammadiyah membawa angin segar dan memperkokoh keberadaan Muhammadiyah sebagai organisasi pembaharuan. Tangga-tangga yang dilalui Mas Mansur selalu dinaiki dengan mantap.
Hal ini terlihat dari jenjang yang dilewatinya, yakni setelah Ketua Cabang Muhammadiyah Surabaya, kemudian menjadi Konsul Muhammadiyah Wilayah Jawa Timur. Puncak dari tangga tersebut adalah ketika Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah pada tahun 1937 sampai 1943.
Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada bulan Oktober 1937. Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansoer terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.
Kegiatan politik
Setelah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia pun mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) bersama Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasboellah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama (NU).
Mas Mansoer juga memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman Wiryasanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansoer termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansur.
Keterlibatannya dalam empat serangkai mengharuskannya pindah ke Jakarta, sehingga Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empat serangkai tersebut, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai digantikan oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansoer belum sembuh benar dari sakitnya. Namun ia tetap ikut berjuang memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA).
Akhirnya Mas Mansoer ditangkap oleh tentara NICA dan dipenjarakan di Kalisosok. Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946 pada umur 49 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Gipo Surabaya.
Atas jasa-jasanya, oleh Pemerintah Republik Indonesia KH. Mas Mansur diangkat sebagai Pahlawan Nasional bersama teman seperjuangannya, yaitu KH. Fakhruddin. KH mas Mansur menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional pada 26 Juni 1964 berdasarkan Keppres No. 163 tahun 1964.
Penutup
Itulah biodata KH. Mas Mansoer. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.