Biodata Letjen S. Parman, Pahlawan Revolusi

Letjen S. Parman

Biodata Letjen S. Parman, Pahlawan Revolusi

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Letjen S. Parman seorang Pahlawan Revolusi. Penasaran ingin tahu tentang biodata Letjen S. Parman, simak penjelasannya berikut ini.

 

Letjen S. Parman

 

Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman atau yang lebih dikenal dengan nama S. Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada tanggal 4 Agustus 1918.

S.Parman adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

Beliau merupakan perwira intelijen, sehingga banyak mengetahui tentang kegiatan PKI. Ia termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani.

Penolakan serta posisinya sebagai pejabat intelijen yang tahu banyak tentang PKI, membuatnya menjadi korban penculikan oleh Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin Serma Satar.

Penculikannya diduga diatur oleh kakak kandungnya sendiri, yaitu Ir. Sakirman yang merupakan petinggi di Politbiro CC PKI kala itu.

Kehidupan pribadi 

Ayahnya bernama Kromodihardjo bekerja sebagai seorang pedagang. S. Parman memiliki seorang kakak laki-laki bernama Ir. Sakirman dimana nanti kakaknya ini akan menjadi petinggi di Politbiro CC PKI (semacam Dewan Syuro atau Dewan Penasihat Parpol sekarang).

Ayahnya seorang pedagang di Pasar Wonosobo, dia selalu mengusahakan agar anak-anaknya bisa memperoleh pendidikan setinggi-tingginya.

Parman menyelesaikan pendidikan di HIS (Hollandsch Inlandsche School) atau Sekolah Dasar Belanda di Wonosobo.

Kemudian melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebried Lager Onderwijs) atau Sekolah Menengah Pertama di Yogyakarta.

Baca Juga :  Biodata Albert J. Parkhouse Penemu Gantungan Baju

Seharusnya  setelah lulus, Parman melanjutkan ke AMS (Algemeene Middelbare School) yang setara dengan tingkat SMA namun karena ayahnya meninggal dunia pada tahun 1937 membuat Parman tidak bersekolah hampir dua tahun.

Parman kemudian membantu ibunya berdagang di Pasar Wonosobo. Setelah menemukan waktu yang tepat, Parman kembali melanjutkan sekolahnya di AMS. Sesuai dengan keinginan ayahnya, Parman kemudian masuk ke Sekolah Tinggi Kedokteran (STOVIA) di Jakarta.

Dia tidak bisa menyelesaikan sekolah kedokterannya ini karena invasi Jepang pada tahun 1942. Saat Parman tengah berada di Wonosobo, dia bertemu polisi militer Jepang, Kenpetai yang mengatakan kalau mereka membutuhkan seseorang yang bisa berbahasa Inggris sebagai penerjemah.

Mulai saat itu, Parman yang fasih berbahasa Inggris mengikuti Kenpetai hingga ke Yogyakarta. Meski membantu Jepang, rasa nasionalisme Parman tetap tinggi. Parman terus berhubungan dengan teman-temannya yang berjuang diam-diam untuk melawan Jepang. Sekembalinya ke tanah air ia kembali lagi bekerja pada Jawatan Kempeitai.

Karir militer 

Awal kariernya di militer dimulai dengan mengikuti Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yaitu Tentara RI yang dibentuk setelah proklamasi kemerdekaan. Pada akhir bulan Desember 1945,beliau diangkat menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (PT) di Yogyakarta.

Selama Agresi Militer II Belanda, ia turut berjuang dengan melakukan perang gerilya. Pada bulan Desember 1949, Parman ditugaskan sebagai Kepala Staf Gubernur Militer Jakarta Raya.

Salah satu keberhasilannya saat itu adalah membongkar rahasia gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang akan melakukan operasinya di Jakarta di bawah pimpinan Westerling.

Kemudian, pada Maret 1950, ia diangkat menjadi kepala Staf G. Dan setahun kemudian dikirim ke Amerika Serikat untuk mengikuti pendidikan pada Military Police School.

Baca Juga :  Memilih dan Menyimpan Buah Manggis, Begini Caranya

Sekembalinya dari Amerika Serikat, ia ditugaskan di Kementerian Pertahanan untuk beberapa lama kemudian diangkat menjadi Atase Militer RI di London, Inggris pada tahun 1959.

Lima tahun berikutnya yakni pada tahun 1964, Parman diberi tugas sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) dengan pangkat Mayor Jenderal.

Saat menjabat Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad) ini, pengaruh PKI juga sedang marak di Indonesia.

Partai Komunis ini merasa dekat dengan Presiden Soekarno dan sebagian rakyat pun sudah terpengaruh. Tetapi sebagai perwira intelijen, S. Parman sebelumnya sudah banyak mengetahui kegiatan rahasia PKI.

PKI mengusulkan agar kaum buruh dan tani dipersenjatai atau yang disebut dengan Angkatan Kelima. Parman bersama sebagian besar Perwira Angkatan Darat lainnya menolak usul yang mengandung maksud tersembunyi itu.

Dengan dasar itulah kemudian dirinya dimusuhi oleh PKI. Dan akhirnya pada saat terjadinya persitiwa Gerakan 30 September ,beliau menjadi korban karena termasuk musuh PKI. S.Parman diculik dari rumahnya,dibunuh di Lubang Buaya,dan disembunyikan di sumur Lubang Buaya.

S. Parman gugur sebagai Pahlawan Revolusi untuk mempertahankan Pancasila. Bersama enam perwira lainnya beliau dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.

Pangkatnya yang sebelumnya masih Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan Jenderal sebagai penghargaan atas jasa-jasanya.

Untuk menghormati jasa para pahlawan tersebut, oleh pemerintah Orde Baru ditetapkanlah tanggal 1 Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila sekaligus sebagai hari libur nasional.

Dan di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur, di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan, dibangun tugu dengan latar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut. Tugu tersebut dinamai Tugu Kesaktian Pancasila.

Letjen S. Parman ditetapkan menjadi Pahlawan Revolusi pada 5 Oktober 1965 dengan Keppres No. 111/KOTI/1965.

Baca Juga :  Jawaban Bacaan Meraih Cita walau Nyaris Putus Asa

Penutup

Itulah biodata Letjen S. Parman seorang Pahlawan Revolusi. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : wikipedia

You May Also Like

About the Author: Afnan Rafiski