Biodata Slamet Rijadi, Pahlawan Nasional

Biodata Slamet Rijadi, Pahlawan Nasional

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Slamet Rijadi seorang Pahlawan Nasional. Penasaran ingin tahu tentang biodata Slamet Rijadi seorang Pahlawan Nasional, simak penjelasannya berikut ini.

Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Rijadi adalah seorang tentara Indonesia. Ia lahir di Surakarta, Jawa Tengah pada tanggal 26 Juli 1927 dan meninggal di Ambon pada tanggal 4 November 1950 pada umur 23 tahun.

Rijadi menempuh pendidikan di sekolah pelaut yang dikelola oleh Jepang dan bekerja untuk mereka setelah lulus, ia meninggalkan tentara Jepang menjelang akhir Perang Dunia II dan membantu mengobarkan perlawanan selama sisa pendudukan.

Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah itu Rijadi memimpin tentara Indonesia di Surakarta pada masa perang kemerdekaan melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.

Dimulai dengan kampanye gerilya, pada 1947 ia berperang dengan sengit melawan Belanda di Ambarawa dan Semarang, bertanggung jawab atas Resimen 26. Selama Agresi Militer I, Belanda mengambil alih kota tapi berhasil direbut kembali oleh Rijadi, dan kemudian mulai melancarkan serangan ke Jawa Barat.

Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi Pulau Ambon, Rijadi tewas tertembak menjelang operasi berakhir.

Setelah wafat, Rijadi telah menerima banyak penghormatan. Sebuah jalan utama di Surakarta dinamakan menurut namanya, begitu juga dengan fregat TNI AL, KRI Slamet Riyadi.

Selain itu, Rijadi juga dianugerahi beberapa tanda kehormatan secara anumerta pada tahun 1961, dan ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 November 2007.

Baca Juga :  Harga Emas Hari Ini Senin 31 Oktober 2022

Kehidupan awal

Soekamto adalah nama Riyadi sewaktu kecil yang lahir dari pasangan Raden Ngabehi Prawiropralebdo, seorang perwira pada tentara kesultanan, dan Soetati, seorang penjual buah.

Soekamto pernah jatuh ketika berusia satu tahun, ia kemudian jadi sering sakit-sakitan. Untuk membantu menyembuhkan penyakitnya, keluarganya “menjualnya” dalam ritual tradisional suku Jawa kepada pamannya, Warnenhardjo, setelah ritual, nama Soekamto diganti menjadi Slamet.

Meskipun setelah ritual secara formal ia adalah putra Warnenhardjo, Slamet tetap dibesarkan di rumah orangtuanya. Keluarganya menganut Katolik Roma, namun Slamet memutuskan untuk mempelajari kejawen sejak muda.

Pada umumnya pendidikan Slamet ditempuh di sekolah milik Belanda. Sekolah dasar dilaluinya di Hollandsch-Inlandsche Schooll Ardjoeno, sebuah sekolah swasta yang dimiliki dan dikelola oleh kelompok agamawan Belanda.

Ketika bersekolah di Sekolah Menengah Mangkoenegaran, ia memperoleh nama belakang Rijadi karena ada banyak siswa yang bernama Slamet di sekolah tersebut. Saat di sekolah menengah juga ayahnya kembali “membelinya” dari sang paman.

Setelah tamat sekolah menengah dan saat Jepang menduduki Hindia Belanda pada tahun 1942, ia melanjutkan pendidikannya ke akademi pelaut di Jakarta. Setelah lulus, ia bekerja sebagai navigator di sebuah kapal laut.

Saat tidak bekerja di laut, Rijadi tinggal di sebuah asrama di dekat Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, sesekali ia juga bertemu dengan para pejuang bawah tanah.

Pada tanggal 14 Februari 1945, setelah Jepang mulai mengalami kekalahan dalam Perang Dunia II, Rijadi beserta rekannya sesama pelaut meninggalkan asrama mereka dan mengambil senjata.

Rijadi pulang ke Surakarta dan mulai mendukung gerakan perlawanan di sana. Ia tidak ditangkap oleh polisi militer Jepang atau unit lainnya selama masa pendudukan, yang berakhir dengan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Baca Juga :  Biodata Thomas Savery Penemu Mesin Uap Pertama

Revolusi nasional

Setelah Jepang menyerah, Belanda berupaya untuk kembali menjajah Indonesia, karena tidak mau dijajah kembali, rakyat Indonesia-pun melawan balik. Rijadi memulai kampanye gerilya melawan Belanda dan dengan cepat memperoleh kenaikan pangkat.

Rijadi bertanggung jawab atas Resimen 26 di Surakarta. Selama Agresi Militer Belanda I, yaitu serangan umum yang dilancarkan oleh belanda pada pertengahan 1947, Rijadi memimpin pasukan Indonesia di beberapa daerah di Jawa Tengah, termasuk Ambarawa dan Semarang, ia juga memimpin pasukan penyisir di sepanjang Gunung Merapi dan Merbabu.

Pada bulan September 1948, Rijadi dipromosikan dan diserahi kontrol atas empat batalion tentara dan satu batalion tentara pelajar. Dua bulan kemudian, Belanda melancarkan serangan kedua, kali ini menyasar kota Yogyakarta, yang saat itu menjadi ibu kota negara.

Meskipun Rijadi dan pasukannya melancarkan serangan terhadap tentara Belanda yang berusaha mendekati Solo melalui Klaten, tentara Belanda akhirnya berhasil memasuki kota. Dengan menerapkan kebijakan “berpencar dan menaklukkan”, Rijadi mampu menghalau tentara Belanda dalam waktu empat hari.

Setelah perang dan kematian

Setelah berakhirnya perang, tak lama kemudian Republik Maluku Selatan (RMS) mendeklarasikan kemerdekaannya dari Indonesia yang baru lahir. Rijadi dikirim ke garis depan pada tanggal 10 Juli 1950 sebagai bagian dari Operasi Senopati.

Untuk merebut kembali Pulau Ambon, Rijadi membawa setengah pasukannya dan menyerbu pantai timur, sedangkan sisanya ditugaskan untuk menyerang dari pantai utara. Meskipun pasukan kedua mengobarkan perlawanan dengan sengit, pasukan Rijadi mampu mengambil alih pantai tanpa perlawanan,.

Pada tanggal 3 Oktober, pasukan Rijadi, bersama dengan Kolonel Alexander Evert Kawilarang, ditugaskan untuk mengambil alih ibu kota pemberontak di New Victoria.

Rijadi dan Kawilarang memimpin tiga serangan, pasukan darat menyerang dari utara dan timur, sedangkan pasukan laut langsung diterjunkan di pelabuhan Ambon.

Baca Juga :  Biodata Motinggo Boesje, Sastrawan Indonesia

Pasukan Rijadi merangsek mendekati kota melewati rawa-rawa bakau, perjalanan yang memakan waktu selama sebulan. Dalam perjalanan, tentara RMS yang bersenjatakan Jungle Carbine dan Owen Gun terus menembaki pasukan Rijadi, seringkali membuat mereka terjepit.

Setibanya di New Victoria, pasukan Rijadi diserang oleh pasukan RMS. Namun, ia tidak mengetahui akhir pertempuran tersebut. Ketika Rijadi sedang menaiki sebuah tank menuju markas pemberontak pada tanggal 4 November, selongsong peluru senjata mesin menembakinya.

Peluru tersebut menembus baju besi dan perutnya. Setelah dilarikan ke rumah sakit kapal, Rijadi bersikeras untuk kembali ke medan pertempuran.

Para dokter lalu memberinya banyak morfin dan berupaya untuk mengobati luka tembaknya, namun upaya ini gagal. Rijadi tewas pada malam itu juga, dan pertempuran berakhir di hari yang sama. Rijadi dimakamkan di Ambon.

Slamet Rijadi meninggal di Ambon pada tanggal 4 November 1950 pada umur 23 tahun, dan dimakamkan di Ambon.

Penghargaan

Pada tanggal 9 November 2007 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menganugerahi Slamet Rijadi gelar Pahlawan Nasional Indonesia, ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional bersama dengan Adnan Kapau Gani, Ida Anak Agung Gde Agung, dan Moestopo, berdasarkan Keppres No. 66/TK/2007.

Penutup

Itulah biodata Slamet Rijadi seorang Pahlawan Nasional. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : Wikipedia