Biodata Widji Thukul, Sastrawan dan Aktivis hak asasi manusia

Widji Thukul

Biodata Widji Thukul, Sastrawan dan Aktivis hak asasi manusia

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Widji Thukul. Penasaran ingin tahu tentang biodata Widji Thukul, simak penjelasannya berikut ini.

Widji Thukul

Widji Widodo atau lebih dikenal dengan nama Widji Thukul adalah sastrawan dan aktivis hak asasi manusia berkebangsaan Indonesia.

Beliau merupakan salah satu tokoh yang ikut melawan penindasan rezim Orde Baru. Sejak 1998 sampai sekarang dia tidak diketahui keberadaannya dan dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer.

Widji Thukul wafat di tempat dan waktu yang tidak diketahui, hilang sejak diduga diculik, pada tanggal 27 Juli 1998 di usia 34 tahun.

Wiji Thukul lahir dari keluarga penarik becak pada tanggal 26 Agustus 1963 di Surakarta, Jawa Tengah. Sementara ibunya terkadang menjual ayam bumbu untuk membantu perekonomian keluarga. Beliau lahir dari keluarga Katolik dengan keadaan ekonomi sederhana.

Sejak SD Thukul sudah mulai menulis puisi dan mulai tertarik pada dunia teater ketika duduk di bangku SMP. Bersama kelompok Teater Jagat, beliau pernah ngamen puisi keluar masuk kampung dan kota.

Sempat pula menyambung hidupnya  sebagai loper koran. Lalu ia menjadi calo karcis bioskop, dan tukang pelitur furnitur di perusahaan mebel.

Pada Oktober 1989, Thukul menikah dengan istrinya yang bernama Siti Dyah Sujirah alias Sipon yang saat itu berprofesi sebagai buruh.

Pasangan Thukul dan Sipon dikaruniai anak pertama bernama Fitri Nganthi Wani, kemudian pada tanggal 22 Desember 1993 anak kedua mereka lahir yang diberi nama Fajar Merah.

Setelah menikah dengan Diah Sujirah beliau hidup membantu istrinya dengan usaha sablon. Kemudian ia menobatkan diri sebagai aktivis pembela buruh.

Baca Juga :  Resep dan Cara Membuat Nugget Ayam

Nama Wiji Thukul ada di barisan demonstran kedungombo, Sritex, dan sejumlah demonstrasi besar di Solo. Lalu, ia bergabung dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Awal mula hilangnya Wiji Thukul tidsk lepas dari peristiwa yang terjadi pada tanggal 27 Juli 1996 . Peristiwa yang dikenal sebagai peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli alias Kudatuli.

Partai Rakyat Demokratik (PRD) yang di bawah pimpinan Budiman Sudjamitko dituding oleh pemerintah melalui Kepala Staf Bidang Sosial dan Politik ABRI Letnan Jenderal Syarwan Hamid, sebagai dalang di balik peristiwa itu.

Sehingga, para aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) diburu, termasuk Wiji Thukul. Pada saat itu, Wiji Thukul yang berada di Solo sebagai Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat atau Jaker yang merupakan badan yang merapat ke PRD.

Widji Thukul kabur setelah beberapa anggota kepolisian mendatangi rumahnya. Dalam pelarian, Wiji Thukul harus mencuri kesempatan untuk bertemu dengan Sipon.

Paling sering keduanya bertemu di Pasar Klewer. Setiap bertemu, mereka membuat janji untuk pertemuan selanjutnya. Kemudian Wiji Thukul menceritakan beberapa daerah yang dikunjunginya dan beberapa kali ia meminta duit kepada sang istri untuk membiayai hidup pelarian.

Selama pelarian, ia memiliki nama beberapa nama Samaran yaitu Paulus, Aloysius dan Martinus Martin. Beliau juga sering memakai topi supaya tidak mudah dikenali. Wiji Thukul juga kerap menggunakan jaket saat keluar rumah untuk menyamarkan badannya.

Pada tahun 1998, Wiji Thukul menghilang. Hilangnya Wiji Thukul secara resmi diumumkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) pada tahun 2000.

Kontras menyatakan hilangnya Wiji Thukul sekitar Maret 1998 karena diduga berkaitan dengan aktivitas politik yang dilakukan oleh Wiji Thukul sendiri.

Baca Juga :  Ceramah Singkat: Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan

Saat itu bertepatan dengan peningkatan operasi represif rezim Orde Baru dalam upaya pembersihan aktivitas politik yang berlawanan dengan Orde Baru. Sejak dinyatakan hilang, sampai saat ini keberadaannya Wiji Thukul masih misteri apakah ia masih hidup atau sudah tiada.

Karya

Ada tiga sajak Thukul yang terkenal dan menjadi sajak wajib dalam aksi-aksi massa, yaitu Peringatan, Sajak Suara, dan Bunga dan Tembok (ketiganya ada dalam antologi “Mencari Tanah Lapang” yang diterbitkan oleh Manus Amici, Belanda, pada tahun 1994.

Antologi tersebut diterbitkan oleh kerjasama KITLV dan penerbit Hasta Mitra, Jakarta. Nama penerbit fiktif Manus Amici digunakan untuk menghindar dari pelarangan pemerintah Orde Baru.

  • Dua kumpulan puisinya : Puisi Pelo (1984) dan Darman dan Lain-lain (1994)
  • Antologi puisinya Mencari Tanah Lapang (1994)
  • Puisi: Bunga dan Tembok
  • Puisi: Peringatan
  • Puisi: Kesaksian

Penutup

Itulah biodata Widji Thukul. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : kompas.com

You May Also Like

About the Author: Afnan Rafiski