Biodata Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)

Biodata Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka). Penasaran ingin tahu tentang biodata Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), simak penjelasannya berikut ini.

Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)

Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Buya Hamka, Beliau adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan juga politikus yang sangat terkenal di Indonesia.

Beliau juga seorang pembelajar yang otodidak dalam bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Beliau juga  pernah ditunjuk sebagai menteri agama dan juga aktif dalam perpolitikan Indonesia.

Kiprah politiknya ia mulai melalui Masyumi. Ia menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama. Sampai pada akhirnya, Masyumi harus dibubarkan karena berkaitan dengan pemberontakan PRRI. Akibatnya, Hamka harus dipenjara karena ia memiliki hubungan dekat dengan anggota PRRI lainnya.

Kehidupan awal

Haji Abdul Malik Karim Amrullah lahir di Agam, Sumatra Barat, 17 Februari 1908. dan meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun.

Beliau adalah putra tertua dari tujuh bersaudara dan dibesarkan dalam keluarga yang taat melaksanakan ajaran agama Islam.

Ayahnya bernama Abdul Karim Amrullah, seorang ulama pembaharu Islam di Minangkabau. sementara ibunya, yakni Sitti Shafiyah, berasal dari keturunan seniman di Minangkabau.

Sebelum mengenyam pendidikan formal, Hamka lebih dulu tinggal bersama neneknya di selatan Maninjau. Pada saat berusia enam tahun, Hamka pindah untuk tinggal bersama ayahnya di Padang Panjang. Sesuai dengan tradisi Minang, Hamka harus belajar Al- Qur’an dan tidur di masjid dekat rumah keluarganya.

Baca Juga :  Biodata Walther Nernst, Penggagas Hukum Ketiga Termodinamika

Pada 1915, Hamka mendaftar di SMKA Sultan Muhammad, sekolah di mana ia belajar mengenai ilmu pengetahuan umum.

Dua tahun setelahnya, Hamka bersekolah di Sekolah Diniyah. Kemudian pada tahun 1918, ayahnya mendaftarkan Hamka di Thawalib Sumatera.

Karena merasa tidak puas dengan kondisi pendidikannya saat itu, ia sering mengunjungi perpustakaan yang dikelola oleh salah satu gurunya, Afiq Aimon Zainuddin.

Hamka kerap membaca buku-buku yang mengulas tentang Jawa Tengah. Akibatnya, punyakeinginan untuk pindah ke Jawa.

Setelah empat tahun sekolah, pada tahun 1922, Hamka pindah ke Parabek untuk belajar di bawah asuhan Aiman Ibrahim Wong. Akantetapi, proses belajarnya bersama Aiman tidak berlangsung lama, karena ia segera berangkat ke Jawa.

Merantau ke Jawa

Setelah satu tahun berada di Jawa,Hamka kembali ke Padang Panjang pada Juli 1925. Di sana ia menulis majalah pertamanya bertajuk Chatibul Ummah yang berisikan tentang kumpulan-kumpulan pidato yang ia dengar di Surau Jembatan Besi.

Pada tahun 1927, Buya Hamka memutuskan untuk pergi ke Mekah. Selama di Mekah, Buya Hamka belajar mengenai bahasa Arab.

Di Mekah inilah ia bertemu dengan Agus Salim, salah seorang jurnalis juga. Setelah bertemu dengan Salim, Hamka diberi saran untuk lebih baik kembali ke Indonesia dan mengembangkan kariernya di sana.

Akhirnya, Hamka memutukan untuk kembali ke Indonesia setelah 7 bulan berada di Mekah. Namun, Hamka tidak kembali ke Padang Panjang, melainkan ke Medan.

Hamka bekerja sebagai penulis di Majalah Pelita Andalas. Tetapi, setelah ia menikah dengan Siti Rahim, Hamka lebih aktif dalam kepengurusan Muhammadiyah.

Karena kegigihannya di Muhammadiyah, Hamka diangkat menjadi Ketua Muhammadiyah cabang Padang Panjang. Kemudian, pada masa pendudukan Jepang, pada tahun 1944, Hamka dipercaya menjadi anggota Majelis Darurat yang menangani masalah pemerintahan dan Islam.

Baca Juga :  Biodata Darman Moenir, Sastrawan Indonesia

Hamka bersedia menerima posisi ini karena ia percaya pada janji Jepang yang akan memberikan kemerdekaan pada Indonesia.

Akantetapi, setelah ia menduduki jabatan tersebut, Hamka justru dianggap oleh rekan-rekannya sebagai kaki tangan penjajah.

Masalah lain pun menimpa Hamka setelah Jepang menyerah kepada Sekutu. Hamka dibawa kembali ke Minangkabau setelah revolusi pecah pada tahun 1945.

Ia harus menerima banyak kritik yang tiada henti. Tetapi, pada tahun 1953, ia ditunjuk menjadi pemimpin utama Muhammadiyah di Purwokerto.

Setelah itu, pada tahun 1962, Partai Masyumi harus dibubarkan karena keterlibatannya dalam pemberontakan PRRI.

Akibatnya, Hamka pun harus dijebloskan ke dalam penjara selama 2 tahun, sebab Hamka menolak untuk menyalahkan keterlibatan anggota partainya dalam PRRI. Ia baru dibebaskan pada tahun 1966, di akhir kekuasaan Presiden Soekarno.

Wafat

Buya Hamka wafat di usia 73 tahun pada hari Jumat, tanggal 24 Juli 1981. Jenazahnya dikebumikan di Pemakaman Umum Tanah Kusir
Atas jasa Buya Hamka, Presiden Soeharto menganugerahkan Bintang Mahaputera Utama pada tahun 1993.

Kemudian di tahun 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi gelar Pahlawan Nasional pada Buya Hamka berdasarkan surat Keputusan Presiden Nomor 113/TK/2011 tanggal 7 November 2011. Namanya pun diabadikan untuk nama universitas, yaitu Universitas Muhammadiyah Hamka.

Penutup

Itulah biodata Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka). Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

Sumber : www.kompas.com