KH As'ad Syamsul Arifin

Biodata KH As’ad Syamsul Arifin, Pahlawan Nasional

Biodata KH As’ad Syamsul Arifin, Pahlawan Nasional

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata KH As’ad Syamsul Arifin seorang Pahlawan Nasional. Penasaran ingin tahu tentang biodata KH As’ad Syamsul Arifin, simak penjelasannya berikut ini.

KH As'ad Syamsul Arifin

As’ad Syamsul Arifin atau dikenal dengan sebutan Kiai Haji Raden As’ad Syamsul Arifin adalah pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah di Desa Sukorejo, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo.

Ia adalah ulama besar sekaligus tokoh dari Nahdlatul Ulama dengan jabatan terakhir sebagai Dewan Penasihat (Musytasar) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hingga akhir hayatnya.

Kehidupan awal

Kiai As’ad lahir di Syi’ib Ali, Mekah pada tahun 1897 M/1315 H. Beliau merupakan anak pertama dari pasangan Raden Ibrahim dan Siti Maimunah, keduanya berasal dari Pamekasan, Madura.

Ia mempunyai adik bernama Abdurrahman. Ia dilahirkan di perkampungan Syi’ib Ali, dekat Masjidil Haram, Mekah, ketika kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji dan bermukim di sana untuk memperdalam ilmu-ilmu keislaman.

Kiai As’ad masih memiliki darah bangsawan dari kedua orang tuanya. Ayahnya, Raden Ibrahim (yang kemudian lebih dikenal dengan nama K.H. Syamsul Arifin) adalah keturunan Sunan Ampel dari jalur sang ayah. Sedangkan dari pihak ibu masih memiliki garis keturunan dari Pangeran Ketandur, cucu Sunan Kudus.

Pada usia enam tahun, Kiai As’ad dibawa orang tuanya pulang ke Pamekasan dan tinggal di Pondok Pesantren Kembang Kuning, Pamekasan, Madura.

Sedangkan adiknya, Abdurrahman, yang masih berusia empat tahun dititipkan kepada Nyai Salhah, saudara sepupu ibunya yang masih bermukim di Mekah.

Baca Juga :  Biodata Prof. Dr. Hazairin, Pahlawan Nasional dari Sumatera Barat

Setelah lima tahun tinggal di Pamekasan, Kiai As’ad diajak ayahnya untuk pindah ke Asembagus, Situbondo, yang pada saat itu masih berupa hutan belantara yang terkenal angker dan dihuni oleh banyak binatang buas dan makhluk halus. Kiai As’ad diajak ayahnya pindah ke pulau Jawa untuk menyebarkan agama Islam di sana.

Pendidikan

Sebagai anak seorang ulama, sejak kecil Kiai As’ad sudah mendapat pendidikan agama yang diajarkan langsung oleh ayahnya. Setelah beranjak remaja (usia 13 tahun), ia dikirim ayahnya untuk belajar di Pondok Pesantren Banyuanyar, Pamekasan, sebuah pesantren tua yang didirikan oleh K.H. Itsbat Hasan pada tahun 1785.

Di Pondok Pesantren tersebut, Kiai As’ad diasuh oleh K.H. Abdul Majid dan K.H. Abdul Hamid, keturunan dari K.H. Itsbat.

Setelah tiga tahun belajar di Pesantren Banyuanyar (1910-1913), saat usianya menginjak 16 tahun, ia kemudian dikirimkan ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan melanjutkan belajarnya di sana.

Di Mekah, ia masuk ke Madrasah Shalatiyah, sebuah madrasah yang sebagian besar murid dan guru-gurunya berasal dari al-Jawi (Melayu). Ia belajar ilmu-ilmu keislaman kepada ulama-ulama terkenal, baik yang berasal dari al-Jawi (Melayu) maupun dari Timur Tengah.

Guru-guru Kiai As’ad ketika belajar di Mekah:

  • Syeikh Abbas al-Maliki
  • Syeikh Hasan al-Yamani
  • Syeikh Muhammad Amin al-Quthbi
  • Syeikh Hasan al-Massad
  • Syeikh Bakir (K.H. Bakir asal Yogyakarta)
  • Syeikh Syarif as-Sinqithi

Pada tahun 1924, setelah beberapa tahun belajar di Mekah, Kiai As’ad kemudian pulang ke Indonesia. Setelah sampai di kampungnya, ia tidak langsung mengajar di pesantren ayahnya, Kiai As’ad memutuskan untuk memperdalam ilmunya dan melanjutkan belajarnya.

Ia pergi ke berbagai pesantren dan singgah dari pesantren satu ke pesantren lain, baik untuk belajar maupun hanya untuk ngalaf barakah (mengharap berkah) dari para kiai.

Baca Juga :  Harga Emas Hari Ini Minggu 4 September 2022

Kiai As’ad mengaji tabarukkan di beberapa pesantren di tanah Jawa dan Madura, antara lain: Pesantren Sidogiri Pasuruan (asuhan KH. Nawawi), pesantren Siwalan Panji Buduran Sidoarjo (asuhan KH. Khazin), Pesantren an-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura, Pesantren Kademangan Bangkalan (KH. Muhammad Cholil) dan Pesantren Tebu Ireng Jombang.

Mengasuh pesantren

Pada tahun 1908, setelah pindah ke Situbondo, Kiai As’ad dan ayahnya beserta para santri yang ikut datang dari Madura membabat alas (menebang hutan) di Dusun Sukorejo untuk didirikan pesantren dan perkampungan.

Pemilihan tempat tersebut atas saran dua ulama terkemuka asal Semarang, Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah.

Usaha Kiai As’ad dan ayahnya tersebut akhirnya terwujud. Sebuah pesantren kecil yang hanya terdiri dari beberapa gubuk kecil, mushala, dan asrama santri yang saat itu masih dihuni beberapa orang saja.

Sejak tahun 1914, pesantren tersebut berkembang bersamaan dengan datangnya para santri dari berbagai daerah sekitar. Pesantren tersebutlah yang akhirnya dikenal dengan nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah.

Di bawah kepemimpinan Kiai As’ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah berkembang semakin pesat, dengan bertambahnya santri hingga mencapai ribuan.

Kemudian, lembaga pendidikan dari pesantren tersebut akhirnya semakin diperluas, tanpa meninggalkan sistem lama yang menunjukkan ciri khas pesantren.

Pesantren tersebut mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah, kemudian didirikan pula sekolah umum seperti SMP, SMA, dan SMEA.

Wasiat kepada para santrinya

Kiai As’ad meninggal pada 4 Agustus 1990 di Situbondo pada umur 93 tahun. Namun meskipun Kiai As’ad telah meninggal, dawuh (nasihat) maupun perkataannya masih melekat dan diikuti oleh para santri dan pecintanya. Di antara wasiat (pesan) Kiai As’ad yang pernah ia sampaikan kepada para santrinya ialah:

  1. Santri Sukorejo yang keluar dari NU (Nahdlatul Ulama), jangan berharap berkumpul dengan saya di akhirat.
  2. Santri saya yang pendiriannya tidak dengan saya, saya tidak bertanggung jawab di hadirat Allah SWT (Subhanahu Wa Ta’ala).
  3. Santri saya yang pulang atau berhenti harus ikut mengurusi dan memikirkan paling tidak salah satu dari tiga hal, yakni: Pendidikan Islam, dakwah melalui NU dan ekonomi masyarakat.
  4. Istiqamah (terus menerus) membaca Ratibul Haddad.
  5. Santri saya sebenarnya umum, anak siapa saja, dalam keadaan bagaimana saja, pasti selamat dan jaya asal jujur, giat dan ikhlas.
Baca Juga :  Biodata Alessandro Volta Penemu Batu Baterai

Penutup

Itulah biodata KH As’ad Syamsul Arifin seorang Pahlawan Nasional. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : wikipedia.org