wacaberita.com – Sistem evaluasi pendidikan nasional Indonesia kembali mengalami perubahan fundamental. Setelah puluhan tahun menjadi penentu kelulusan, Ujian Nasional (UN) kini resmi digantikan oleh Tes Kemampuan Akademik (TKA). Pergeseran ini bukan sekadar pergantian nama, melainkan sebuah transformasi filosofi yang bertujuan menciptakan sistem penilaian yang lebih efektif, relevan, dan minim tekanan bagi para siswa.
Sejarah Singkat Evaluasi Nasional
Konsep evaluasi berskala nasional bukanlah hal baru di Indonesia. Sejak era 1970-an, berbagai bentuk ujian akhir telah diterapkan, mulai dari “Ujian Penghabisan” hingga “Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional.” Namun, “Ujian Nasional” atau UN menjadi istilah yang paling dikenal luas karena pelaksanaannya yang serentak di seluruh negeri dan perannya sebagai penentu mutlak kelulusan siswa.
Bobot kelulusan yang sepenuhnya bergantung pada nilai UN menciptakan tekanan luar biasa bagi siswa dan sekolah. Fokus pembelajaran menyempit pada materi yang diujikan, mengabaikan pengembangan potensi lain serta keterampilan penting seperti berpikir kritis. Lebih jauh, sifat “high-stakes” UN seringkali memicu praktik tidak etis, seperti kebocoran soal dan upaya curang demi meraih kelulusan. Berbagai kritik dan desakan reformasi terus bergulir, hingga akhirnya pemerintah memutuskan untuk menghapus UN.
Tes Kemampuan Akademik (TKA): Paradigma Baru
Menanggapi berbagai masalah UN, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkenalkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai pengganti yang substansial. Perbedaan paling mendasar adalah bahwa TKA tidak lagi menjadi penentu kelulusan siswa. Kewenangan penentuan kelulusan kini sepenuhnya dikembalikan kepada sekolah, yang diharapkan dapat menilai proses pembelajaran secara lebih komprehensif.
Meskipun tidak lagi menentukan kelulusan, TKA tetap memegang peran penting. Hasil TKA dapat menjadi persyaratan utama untuk masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, seperti dari SMP ke SMA, atau dari SMA ke perguruan tinggi. Ini menjadikannya esensial bagi siswa yang memiliki aspirasi melanjutkan studi ke jenjang tertentu, mirip dengan tes masuk universitas atau tes kemampuan bahasa internasional.
TKA memiliki dua tujuan utama. Pertama, sebagai alat ukur kemampuan akademik individu. TKA dirancang untuk membantu siswa mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan akademik mereka, serta memberikan panduan dalam memilih jalur pendidikan yang sesuai minat dan bakat, tanpa menimbulkan trauma. Kedua, TKA berfungsi sebagai instrumen bagi Kemendikbudristek untuk memetakan standar pendidikan nasional dan capaian pembelajaran secara luas. Data dari TKA akan digunakan untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat guna dalam meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia.
Fokus Mata Pelajaran TKA
Dalam desain TKA, pemilihan mata pelajaran didasarkan pada pengukuran kompetensi esensial. Untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), TKA hanya menguji Bahasa Indonesia dan Matematika. Pemilihan kedua mata pelajaran ini dianggap fundamental untuk komunikasi, pemahaman, logika, dan pemecahan masalah.
Pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), cakupan TKA sedikit lebih luas, meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, dan dua mata pelajaran pilihan yang disesuaikan dengan penjurusan siswa (misalnya, Biologi atau Fisika untuk IPA; Sosiologi atau Ekonomi untuk IPS). Pendekatan ini memungkinkan TKA mengukur kedalaman pemahaman siswa dalam bidang studi spesifik mereka, di samping kompetensi dasar.
Rasionalisasi di balik pemilihan mata pelajaran ini adalah untuk mengukur daya saing bangsa dan memastikan penilaian yang kurang bias oleh status sosial ekonomi. Matematika, khususnya, dianggap sebagai tolok ukur yang paling adil karena sifatnya yang universal dan objektif.
Menjawab Tantangan Pendidikan Nasional
Implementasi TKA adalah bagian dari upaya besar Indonesia untuk mengatasi berbagai tantangan pendidikan, terutama dalam meningkatkan kualitas dan daya saing di tingkat global, termasuk perbaikan skor PISA (Programme for International Student Assessment). TKA diharapkan dapat memberikan data akurat tentang capaian belajar siswa, yang kemudian dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan yang lebih tepat.
TKA juga hadir untuk mengisi kekosongan dalam pengukuran objektif hasil belajar siswa setelah UN dihapus. Ini berfungsi sebagai “konfirmasi” terhadap nilai rapor, yang selama ini dikhawatirkan mengalami inflasi atau manipulasi. Dengan TKA, diharapkan ada penilaian eksternal yang objektif untuk memverifikasi kualitas nilai internal sekolah dan mendorong integritas penilaian.
Implementasi dan Kesiapan
TKA dijadwalkan akan dimulai sekitar bulan November. Keberhasilan TKA sangat bergantung pada kolaborasi dan sinergi antara berbagai pihak, termasuk Kemendikbudristek, pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota), serta Kementerian Agama.
Dalam pengembangan soal, untuk level SMA, semua soal TKA akan disusun oleh pemerintah pusat. Sementara untuk SMP dan SD, pemerintah daerah akan turut berkontribusi dalam penyusunan soal, memungkinkan adanya konten yang lebih terlokalisasi.
Aspek teknis persiapan juga menjadi fokus, termasuk sistem pelaksanaan, pengawasan ketat, dan akses internet yang stabil, terutama di daerah terpencil. Tidak kalah penting adalah mempersiapkan mental siswa agar tidak lagi merasa takut, melainkan memandang TKA sebagai bagian normal dari proses pembelajaran untuk memahami kemampuan diri.
Kesimpulan
Perubahan dari Ujian Nasional ke Tes Kemampuan Akademik (TKA) menandai era baru dalam evaluasi pendidikan di Indonesia. Ini adalah langkah maju yang berani, dirancang untuk memperbaiki kelemahan sistem sebelumnya dan menciptakan lingkungan belajar yang lebih positif. Dengan tidak lagi menjadi penentu kelulusan namun tetap krusial untuk jenjang pendidikan selanjutnya, TKA menawarkan pendekatan yang lebih seimbang dalam mengukur kompetensi siswa. Fokus pada mata pelajaran esensial, upaya peningkatan skor PISA, serta penekanan pada integritas, menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional secara berkelanjutan.