Biodata Jahja Daniel Dharma, Pahlawan Nasional

Biodata Jahja Daniel Dharma, Pahlawan Nasional

Hai sobat biodata, kali ini kami akan bagikan biodata Jahja Daniel Dharma seorang Pahlawan Nasional. Penasaran ingin tahu tentang biodata Jahja Daniel Dharma seorang Pahlawan Nasional, simak penjelasannya berikut ini.

Laksamana Muda TNI (Purn) John Lie Tjeng Tjoan, atau yang lebih dikenal sebagai Jahja Daniel Dharma adalah seorang perwira tinggi di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut dari etnis Tionghoa dan Pahlawan Nasional Indonesia.

Beliau lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada tanggal 21 Maret 1911 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 1988 pada umur 77 tahun. John Lie menikah pada usia 45 tahun, dengan Pdt. Margaretha Dharma Angkuw. Pada 30 Agustus 1966 John Lie mengganti namanya dengan Jahja Daniel Dharma.

Latar belakang

John Lie Tjeng Tjoan lahir dari pasangan Lie Kae Tae dan Oei Tjeng Nie Nio. Ayahnya (Lie Kae Tae) pemilik perusahaan pengangkutan Vetol (Veem en transportonderneming Lie Kay Thai).

Sebagaimana yang diceritakan oleh Rita Tuwasey Lie, keponakan John Lie, menginjak usia 17 tahun, John Lie kabur ke Batavia karena ingin menjadi pelaut.

Di kota tersebut, ia menjadi buruh pelabuhan dan mengikuti kursus navigasi. Setelah itu John Lie menjadi klerk mualim III pada kapal Koninklijk Paketvaart Maatschappij, perusahaan pelayaran Belanda.

Pada tahun 1942, John Lie ditugaskan di Khorramshahr, Iran, di sana ia mendapatkan pendidikan militer. Ketika Perang Dunia II berakhir dan Indonesia merdeka, dia memutuskan bergabung dengan Kesatuan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sebelum akhirnya diterima di Angkatan Laut RI.

Baca Juga :  Jenis Alpukat Populer di Indonesia

Semula John Lie bertugas di Cilacap, Jawa Tengah, dengan pangkat Kapten. Di pelabuhan ini selama beberapa bulan ia berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi pasukan Sekutu.  Atas jasanya, pangkatnya dinaikkan menjadi Mayor.

Kemudian John Lie memimpin misi menembus blokade Belanda guna menyelundupkan senjata, bahan pangan, dan lainnya. Daerah operasinya meliputi Singapura, Penang, Bangkok, Rangoon, Manila, dan New Delhi.

Karier angkatan laut

John Lie mendapat tugas mengamankan pelayaran kapal yang mengangkut komoditas ekspor Indonesia untuk diperdagangkan di luar negeri dalam rangka mengisi kas negara yang saat itu masih tipis.

Pada masa awal (tahun 1947), ia pernah mengawal kapal yang membawa karet 800 ton untuk diserahkan kepada Kepala Perwakilan RI di Singapura, Utoyo Ramelan. Sejak itu, ia secara rutin melakukan operasi menembus blokade Belanda.

Karet atau hasil bumi lain dibawa ke Singapura untuk dibarter dengan senjata, kemudian senjata tersebut diserahkan kepada pejabat Republik yang ada di Sumatera seperti Bupati Riau sebagai sarana perjuangan melawan Belanda.

Perjuangan mereka tidak ringan karena selain menghindari patroli Belanda, juga harus menghadang gelombang samudera yang relatif besar untuk ukuran kapal yang mereka gunakan.

John Lie memiliki kapal kecil cepat, dinamakan the Outlaw yang diperluan untuk menunjang operasi ini. Seperti dituturkan dalam buku yang disunting Kustiniyati Mochtar (1992), paling sedikit sebanyak 15 kali ia melakukan operasi “penyelundupan”.

Pernah saat membawa 18 drum minyak kelapa sawit, ia ditangkap perwira Inggris. Di pengadilan di Singapura ia dibebaskan karena tidak terbukti melanggar hukum. Ia juga mengalami peristiwa menegangkan saat membawa senjata semiotomatis dari Johor ke Sumatera, dihadang pesawat terbang patroli Belanda.

Baca Juga :  Biodata Thales, Filsuf dan Matematikawan Yunani

John Lie mengatakan, kapalnya sedang kandas. Dua penembak, seorang berkulit putih dan seorang lagi berkulit gelap tampaknya berasal dari Maluku, mengarahkan senjata ke kapal mereka.

Entah mengapa, komandan tidak mengeluarkan perintah tembak. Pesawat itu lalu meninggalkan the Outlaw tanpa insiden, mungkin persediaan bahan bakar menipis sehingga mereka buru-buru pergi.

Setelah menyerahkan senjata kepada Bupati Usman Effendi dan komandan batalyon Abusamah, mereka lalu mendapat surat resmi dari syahbandar bahwa kapal the Outlaw adalah milik Republik Indonesia dan diberi nama resmi PPB 58 LB.

Seminggu kemudian John Lie kembali ke Port Swettenham di Malaya untuk mendirikan pangkalan AL yang menyuplai bahan bakar, bensin, makanan, senjata, dan keperluan lain bagi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Akhir karier militer

Pada awal 1950 ketika ada di Bangkok, ia dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Subiyakto dan ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali.

Pada masa berikut ia aktif dalam penumpasan RMS (Republik Maluku Selatan) di Maluku lalu PRRI/Permesta. Ia mengakhiri pengabdiannya di TNI Angkatan Laut pada Desember 1966 dengan pangkat terakhir Laksamana Muda.

Menurut kesaksian Jenderal Besar AH Nasution pada tahun 1988, prestasi John Lie ”tiada taranya di Angkatan Laut” karena dia adalah ”panglima armada (TNI AL) pada puncak-puncak krisis eksistensi Republik”, yakni dalam operasi-operasi menumpas kelompok separatis Republik Maluku Selatan, Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia, dan Perjuangan Rakyat Semesta.

Kematian

Jahja Daniel Dharma meninggal dunia pada tanggal 27 Agustus 1988 karena stroke dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Atas segala jasa dan pengabdiannya, beliau dianugerahi Bintang Mahaputera Utama oleh Presiden Soeharto pada 10 Nopember 1995, Bintang Mahaputera Adipradana dan gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 November 2009 melalui Keppres No. 58/TK/2009.

Baca Juga :  Biodata Iswahyudi

Penutup

Itulah biodata Jahja Daniel Dharma seorang Pahlawan Nasional. Semoga bisa menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi sobat biodata sekalian.

sumber : wikipedia.org